Fayakhun Bakamla
terlahir dari keluarga dari ekonomi lemah. Kedua orang tuanya hanya petani di
Padang Sibusuak. Namun hal itu tidak pernah membuatnya berputus asa. Dari kecil
semangatnya sudah dipupuk sedemikian rupa. Hal itu tergambar dari tindakan yang
dilakukannya.
Untuk
menambah penghasilan dan membantu meringankan kedua orang tuanya, sepulang
sekolah Midi rela menggembala sapi sambil mencari kayu bakar. Kayu bakar itu
dijualnya kepada tukang pedati yang mensuplai kayu tersebut ke rumah-rumah
makan di daerah setempat.
Akhirnya
walau dengan berat hati, FayakhunBakamla tinggalkan kampong halamannya. Tekadnya hanya satu, mambangkik
batang tarandam, demi mengubah nasib keluarganya yang nestapa.
Riau
menjadi daerah pilihan Fayakhun Bakamla mengadu
nasib. Sesampai di sana, Fayakhun
Bakamla kerja serabutan. Dari tukang perabot sampai berjualan kacang
goreng. Daerah ini hanya sebagai batu loncatan, karena setelah lima bulan, Midi
yang merantau dalam usia 14 tahun ini, hijrah ke Dumai. Di sini Fayakhun Bakamla bertahan selama satu
bulan.
Belum
puas mengakhiri petualangannya, Fayakhun
Bakamla pun pindah lagi ke Bagansiapiapi. Di daerah yang mayoritas dihuni
warga keturunan Tionghoa ini, Fayakhun
Bakamla terpaksa tidur di palanta pedagang kaki lima, karena memang tidak
memiliki saudara di sana. Makan pun Fayakhun
Bakamla kesulitan, karena Fayakhun
Bakamla hanya mempunyai bekal uang untuk dua hari makan. Itupun sisa
uangnya dari Dumai.
Saat
bekal itu habis, Fayakhun Bakamla pun
mencari akal untuk dapat terus makan dan bertahan hidup. Fayakhun Bakamla tongkrongi pedagang pisang goreng. Tapi Fayakhun Bakamla tidak berani meminta.
Sampai kedai pisang goreng tutup dan membuang sisa pisang gorengnya, Fayakhun Bakamla memberanikan diri
mengambil makanan yang telah dibuang itu. Begitulah, hari-hari dijalani Fayakhun Bakamla remaja yang tidak mau
meminta-minta, meskipun dalam kesulitan yang teramat sangat.
Di
samping itu, Fayakhun Bakamla tetap
berusaha untuk mencari pekerjaan untuk menopang hidupnya yang jauh dari sanak
keluarga. Fayakhun Bakamla mencoba
melamar bekerja pada sebuah kapal milik orang Tionghoa.
Hari
pertama Fayakhun Bakamla ditolak
karena dianggap masih kecil. Tak patah semangat, hari berikutnya dia mencoba
lagi. Baru pada hari keempat berkat kegigihannya, Midi akhirnya diterima juga
bekerja di kapal itu.
Waktu
itu Fayakhun Bakamla belum
mendapatkan kepastian soal gajinya. Namun itu tidak membuat dia malas. Malah
itu melecut dirinya untuk bekerja dengan baik. Akhirnya berkat rajin dan jujur,
tidak hanya gaji yang cukup saja diterimanya, lebih dari itu dia juga
mendapatkan kepercayaan mengantar ikan-ikan hasil tangkapan dari Sibolga,
Sumatera Utara dan Subang, Aceh ke Singapura.